Tampilnya Jusuf Kalla bersama Wiranto pada pilpres 2009, semakin menegaskan, perang terbuka antara SBY vs JK.
Hal itu semakin menguat manuver politik PDIP yang mulai merapat pada Demokrat semakin membuat peta politik nasional menjelang Pilpres 2009 berubah total. Fokusnya kini bukan lagi head to head antara SBY vs Megawati (Capres PDIP), namun beralih ke perang terbuka antara SBY vs JK.
JK yang terlebih dahulu melakukan ijab kabul dengan Wiranto pun buru-buru membentuk tim sukses. Isinya tidak hanya orang partai melulu, namun beberapa kalangan pengamat dan LSM pun diajak ikut andil didalamnya.
Secara hitung-hitungan, syarat pencalonan, JK-Win sudah cukup memenuhi, ketetapan 20 persen kuata kursi di DPR. Jadi, tanpa koalisi dengan parpol lain, pasangan JK-Wiranto akan mulus sebagai kontestan pilpres. Meskipun dari perolehan suara nasional, perolehan suara dua parpol ini tidak mencapai batas 25 persen, batas minimal bagi parpol untuk mengajukan capres-cawapres.
Soalnya dari hasil ketetapan penghitungan akhir KPU, koalisi dua parpol ini hanya mendapat 18,22 persen. Terdiri dari suara 14,45 persen suara Golkar dan 3,37 persen suara Hanura.
Yang jelas, sebelum ditentukan siapa yang menjadi Cawapres yang akan menemani SBY sebagai Capres yang memiliki nilai elektibilitas cukup tinggi yakni 48,13 persen. JK tentunya punya keunggulan masing-masing. Meskipun harus diakui bahwa SBY mempunyai kelebihan dari segi popularitas.
Selain itu, SBY mempunyai kelebihan karena mendapat dukungan dari kalangan Islam-Moderat dan Tradisional yang massif karena mendapat dukungan dari hasil koalisi dengan PKS dan PKB.
Sebaliknya, JK punya keunggulan dari Panglima Perang di Lapangan. Panglima Perang ini termasuk diantaranya kalangan Bupati, Walikota dan Gubernur. Pasalnya, Golkar mendominasi posisi Bupati dan Walikota yang mencatat ratusan diseluruh Indonesia atau 35 persen Kepala Daerah Tinggkat Satu dan Dua dipegang sepenuhnya oleh Golkar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar