Selasa, 28 April 2009
Menunggu Manuver Partai-partai Gurem
TAK terasa pemerintahan SBY-JK, telah sampai pada tahun terakhirnya. Pilpres pun sudah diambang mata. Sekitar dua bulan setengah lagi bangsa Indonesia akan memilih siapa yang akan menjadi pemimpinnya untuk lima tahun kedepan.
Partai-partai yang saat ini masih terus menantikan berapa perolehan suaranya, ternyata sudah mulai menabuh genderang koalisi. Sudah bisa dipastikan siapa yang lolos parliamentary threshold dan siapa yang tidak. Namun dalam konteks mengusung calon presiden, semua partai besar maupun kecil tetap memiliki peran didalamnya. Kecuali si partai sudah putus asa dan mau mengubur dirinya sendiri.
Dalam pemilu kali ini, sudah terlihat ada 30 partai yang terkubur dalam jurang PT. Alhasil partai-partai tersebut tidak memiliki wakilnya di DPR RI. Namun bagi partai-partai yang memiliki pengalaman bertarung pada pemilu 2004 dan ikut aktif dalam konstalasi politik pemilihan presiden, pasti akan berfikir suara kecil, bukan kartu mati dalam dukung mendukung capres. Artinya, tetap masih ada harapan bagi partai-partai gurem. Dan dalam teori politik kekuasaan itu masih tetap memungkinkan.
Buktinya PBB, pada pemilu 2004, perolehan suara PBB tidaklah significan, hanya meraih 2,9 juta suara. Namun karena PBB berani mendukung pasangan SBY-JK, maka dua kursi menteri pun didapat. Artinya meskipun PBB partai kecil namun dalam konteks kekuasaan PBB tetap diperhitungkan.
Berdasar pada teori dan contoh kasus tersebut, dalam pemilu 2009 ini, pastinya akan banyak partai gurem mulai menimbang siapa calon yang akan didukungnya. Dalam perhitungan survei Puskaptis, Demokrat sebagai peraih suara tertinggi, jelas akan memegang peran penuh. Sederhannya, Demokrat sebagai partai yang mengusung SBY, berhak memilih siapa yang akan menemaninya untuk lima tahun ke depan.
Namun, di sini peran partai Golkar yang duduk di peringkat ke dua, lalu disusul PDIP di posisi ketiga juga tidak bisa dianggap remeh. Terlebih partai papan tengah yang didominasi oleh PKS, PAN, PKB, PPP, Gerindra dan Hanura yang memiliki suara tidak besar tapi memiliki pengaruh yang cukup signifikan juga.
Lalu dimanakah porsi untuk manuver partai-partai gurem? Bagaimanapun, kalangan partai gurem tetap memiliki tempat dalam hal dukung mendukung capres. Karena sedikit banyak suaranya tetap masih dibutuhkan walaupun sangat kecil.
Dalam survei terakhir yang Puskaptis lakukan, ternyata 46 persen responden masih megharapkan pasangan SBY-JK terus berlanjut. Artinya koalisi Demokrat dan Golkar masih banyak dinantikan. Tapi disisi lain, 43 persen reponden juga masih mengharapkan adanya pembaharuan.
Jika kita asumsikan Demokrat akan kemabali berduet dengan Golkar, maka konstalasi seperti ini, hendaknya disikapi partai gurem dengan segera menguatkan barisan di kubu pambaharuan, yang sedari awal sudah banyak melakukan komunikasi politik dengan partai papan tengah seperti Gerindra dan PDIP yang sedari awal duduk sebagai oposisi.
Kalau tidak segera dilakukan, maka kecil kemungkinan Demokrat sebagai partai pemenang akan menggandeng rombongan partai gurem tersebut, karena hanya akan memperbesar cost politik saja.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar