Selasa, 12 Mei 2009

Mantan Pelari Yang Menjadi Peneliti

Jalan hidup memang sulit ditebak. Husin Yazid mengetahui persis hal itu. Sempat terpikir bakal menjadi atlit atau bekerja dibidang teknik, dia justru jadi peneliti bidang sosial dan politik. Buat pemuda Betawi, nama Husin Yazid mungkin, pria kelahiran Desa Tanjung Atap, Indralaya, Sumatera Selatan, 25 Juli 1968 lalu, pernah mendapat penganugerahan anggota kehormatan Forum Pemuda Betawi.

“Penghargaan itu diberikan langsung oleh Fauzi Bowo. Saya di anggap berprestasi,” ujarnya. Salah satunya berkat kiprahnya di Puskaptis (Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis). Husin, panggilan akrabnya, adalah direktur eksekutif di lembaga tersebut. Yang didirikan sejak 2006 lalu, bersama rekannya dari UI.

Sebelum menjadi orang nomer satu di lembaga tersebut, Husin ingin berkarier di bidang olah raga. Maklum dia sendiri pernah menjadi atlit. Walaipun untuk tingkat Pekan Olah Raga Mahasiswa ( POM ). “ Atlit lari jarak menengah dan maraton. Mewakili DKI Jakarta saat POM pertama di yogya, kedua di Surabaya dan ketiga di medan,” jelasnya.

Saat berkiprah di POM kedua, Husin menorehkan prestasi. Dia menyabet peringkat kedua. “ Dari situ saya mulai berpikir untuk menjadi atlit profesional atau pelatih. Namun seiring perjalanan hidup, saya tidak jadi ksana,” jelasnya.

Husin memutuskan konsentrasi kuliah. Diapun termasuk mahasiswa yang nilainya diatas rata – rata. Dia juga dikenal aktif melakikan sejumlah penelitian. Hingga pada tahun 1993 diminta menjadi asisten dosen. “Masih kuliah jadi AsDos. Sempet kepikiran jadi dosen. Disamping bekerja dibidang teknik. Sebab Kuliah S1 saya dibidang teknik,”

Melanjutkan S2, Husin mengambil studi tentang Ekonomi Lingkungan. Ilmu sosial, politik dan ekonomi ternyata lebih saya sukai, kandidat doktor untuk program kebijakan publik itu, “Saat hampir menyelesaikan kuliah, saya juga sudah terlibat aktif dengan berbagai macam penelitian. Bergabung dengan Lembaga Pusat Penelitian Pranata Pembangunan UI. Juga dengan Lembaga Pengembangan Ekonomi Masyarakat UI yang saat itu dipimpin oleh Sri Mulyani,” bebernya.

Puncaknya, pada akhir 2004 lalu, Husin mengaku mendapat kejenuhan. Selain itu agar bisa lepas, dia juga berniat membuat Lembaga Penelitian sendiri. ‘ akhirnya pada 2006 lalu, bersama dengan lima orang temannya dari UI, kita mendirikan Puskaptis,’ jelasnya.

Sayangnya, satu persatu rekannya banyak yang rontok di tengah jalan. Penyebabnya, order yang sepi dan kesibukan rekan lainnya. “ Tapi saya putuskan untuk tetap terus berkiprah di Puskaptis,“ beber Husin. Pilihannya tidak sia sia. Lembaga mulai dikenal. Terutama di Jakarta.

“ Saat itu kita mengeluarkan analis program busway. Yang kala itu tidak dilengkapi Amdal,” terangnya. Setelah hanya menrlurkan hasil analis dan kevijakan pemerintah, Husi mule tertarik dengan Politik Praktis.

“ Saya mulai melihat prospek dalam hal survey politik praktis. Pilkada DKI, merupakan pertama kalinya kita melakukan survey politik,” ujarnya. Hal itu kemudian berkelanjutan. Dia juga melakukan hal yang sama yang sama didaerah lain. ‘ Seperti di Pilkada Banten, Lampung, jawa Tengah, JAWA Barat dan sebagainya,” jelasnya.

Lama berkutat dengan survey politik, dia ahkirnya juga diminta mrnjadi konsultan politik. Banyak calon girbernur dan calon bupati atau walikota yang memakai jasa saya, Berhasil memenangi pemilihan di daerahnya masing – masing.

(INDOPOS tgl. 11 Mei 2009, Senin)

Lembaga Survey Paling Akurat di Pilleg 2009

Husin Yazid mengklaim Lembaga survey paling akurat dalam pemilu legislatif 2009. Menjelang pilleg, hasil survey Puskaptis, yang menggunakan Margin error 3 – 5 persen, paling mendekati perhitungan sesungguhnya. “ Kita pernah melakukan survey, bahwa Partai Demokrat dapat 19,18 persen. Kemudian Golkar dapat 18,26 persen, PDIP dapat 19,60 persen. Hasil survey kita yang paling mendekati,” beber Husin.

Bahkan kata dia, hasil quick count lembaganya dengan margin error 1 persen, sama dengan perhitungan sebenernya. Menurutnya, hanya Puskaptis saja lembaga survey yang perhitungan cepatnya mendekati sama dengan perhitungan sebenernya.
Itu dengan margin error satu persen. Dia mengklaim lembaga survey yang lain, perhitungannya tidak mendekati seperti kita.

“ Hitungan cepat kita Demokrat mendapat 20,64 persen, PDIP 14,48 persen, Golkar 14,16 persen, PKS 8,70 persen dan seterusnya. Jadi lembaga survey kita adalah yang paling akurat pada pemilu legislatif lalu,” imbuh Husin.

Lebih lanjut dia mengatakan, hasil penghitungan cepat dengan margin error satu persen, tidak jauh berbeda dengan perhitungan sebenarnya, adalah wajar. Sebab yang diambil merupakan data yang sudah jadi di lapangan.

“ Data yang sudah di sah kan di TPS. Tinggal dimasukan saja oleh relawan kita. Yang jumlahnya ada 750 orang. Metode yang kita lakukan mengambil sample secara acak dis setiap wilayah,” Ungkap ayah dari Rachmawati Nur Al Husin.

Hal itu berbeda dengan survey, yang hasilnya bisa terus bergerak, “ Kalau suvey, saya berani menjamin data yang masuk tidak homogen. Kita ada klasifikasi, misalnya untuk umur, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya. Jadi survey kita heterogen. Mewakili semuanya,” jelas Husin.

Usai pilleg, suami dari Siti Sarah itu juga melanjutkan serta melakukan survey. Yakni, survey tentang pilpres, peluang capres dan cawapres. Diapun mengaku bekerja sampai larut malam. “ beruntung istrinya paham tugas dan pekerjaan saya. Jadi tidak ada masalah, walaupun harus pulang malam,” jelasnya.

(INDOPOS tgl. 11 Mei 2009, Senin)

Senin, 11 Mei 2009

SBY lawan JK : Praktisi Vs Eksekutor

Tampilnya Jusuf Kalla bersama Wiranto pada pilpres 2009, semakin menegaskan, perang terbuka antara SBY vs JK.

Hal itu semakin menguat manuver politik PDIP yang mulai merapat pada Demokrat semakin membuat peta politik nasional menjelang Pilpres 2009 berubah total. Fokusnya kini bukan lagi head to head antara SBY vs Megawati (Capres PDIP), namun beralih ke perang terbuka antara SBY vs JK.

JK yang terlebih dahulu melakukan ijab kabul dengan Wiranto pun buru-buru membentuk tim sukses. Isinya tidak hanya orang partai melulu, namun beberapa kalangan pengamat dan LSM pun diajak ikut andil didalamnya.

Secara hitung-hitungan, syarat pencalonan, JK-Win sudah cukup memenuhi, ketetapan 20 persen kuata kursi di DPR. Jadi, tanpa koalisi dengan parpol lain, pasangan JK-Wiranto akan mulus sebagai kontestan pilpres. Meskipun dari perolehan suara nasional, perolehan suara dua parpol ini tidak mencapai batas 25 persen, batas minimal bagi parpol untuk mengajukan capres-cawapres.

Soalnya dari hasil ketetapan penghitungan akhir KPU, koalisi dua parpol ini hanya mendapat 18,22 persen. Terdiri dari suara 14,45 persen suara Golkar dan 3,37 persen suara Hanura.

Yang jelas, sebelum ditentukan siapa yang menjadi Cawapres yang akan menemani SBY sebagai Capres yang memiliki nilai elektibilitas cukup tinggi yakni 48,13 persen. JK tentunya punya keunggulan masing-masing. Meskipun harus diakui bahwa SBY mempunyai kelebihan dari segi popularitas.

Selain itu, SBY mempunyai kelebihan karena mendapat dukungan dari kalangan Islam-Moderat dan Tradisional yang massif karena mendapat dukungan dari hasil koalisi dengan PKS dan PKB.

Sebaliknya, JK punya keunggulan dari Panglima Perang di Lapangan. Panglima Perang ini termasuk diantaranya kalangan Bupati, Walikota dan Gubernur. Pasalnya, Golkar mendominasi posisi Bupati dan Walikota yang mencatat ratusan diseluruh Indonesia atau 35 persen Kepala Daerah Tinggkat Satu dan Dua dipegang sepenuhnya oleh Golkar.

Selasa, 28 April 2009

Menunggu Manuver Partai-partai Gurem


TAK terasa pemerintahan SBY-JK, telah sampai pada tahun terakhirnya. Pilpres pun sudah diambang mata. Sekitar dua bulan setengah lagi bangsa Indonesia akan memilih siapa yang akan menjadi pemimpinnya untuk lima tahun kedepan.
Partai-partai yang saat ini masih terus menantikan berapa perolehan suaranya, ternyata sudah mulai menabuh genderang koalisi. Sudah bisa dipastikan siapa yang lolos parliamentary threshold dan siapa yang tidak. Namun dalam konteks mengusung calon presiden, semua partai besar maupun kecil tetap memiliki peran didalamnya. Kecuali si partai sudah putus asa dan mau mengubur dirinya sendiri.
Dalam pemilu kali ini, sudah terlihat ada 30 partai yang terkubur dalam jurang PT. Alhasil partai-partai tersebut tidak memiliki wakilnya di DPR RI. Namun bagi partai-partai yang memiliki pengalaman bertarung pada pemilu 2004 dan ikut aktif dalam konstalasi politik pemilihan presiden, pasti akan berfikir suara kecil, bukan kartu mati dalam dukung mendukung capres. Artinya, tetap masih ada harapan bagi partai-partai gurem. Dan dalam teori politik kekuasaan itu masih tetap memungkinkan.
Buktinya PBB, pada pemilu 2004, perolehan suara PBB tidaklah significan, hanya meraih 2,9 juta suara. Namun karena PBB berani mendukung pasangan SBY-JK, maka dua kursi menteri pun didapat. Artinya meskipun PBB partai kecil namun dalam konteks kekuasaan PBB tetap diperhitungkan.
Berdasar pada teori dan contoh kasus tersebut, dalam pemilu 2009 ini, pastinya akan banyak partai gurem mulai menimbang siapa calon yang akan didukungnya. Dalam perhitungan survei Puskaptis, Demokrat sebagai peraih suara tertinggi, jelas akan memegang peran penuh. Sederhannya, Demokrat sebagai partai yang mengusung SBY, berhak memilih siapa yang akan menemaninya untuk lima tahun ke depan.
Namun, di sini peran partai Golkar yang duduk di peringkat ke dua, lalu disusul PDIP di posisi ketiga juga tidak bisa dianggap remeh. Terlebih partai papan tengah yang didominasi oleh PKS, PAN, PKB, PPP, Gerindra dan Hanura yang memiliki suara tidak besar tapi memiliki pengaruh yang cukup signifikan juga.
Lalu dimanakah porsi untuk manuver partai-partai gurem? Bagaimanapun, kalangan partai gurem tetap memiliki tempat dalam hal dukung mendukung capres. Karena sedikit banyak suaranya tetap masih dibutuhkan walaupun sangat kecil.
Dalam survei terakhir yang Puskaptis lakukan, ternyata 46 persen responden masih megharapkan pasangan SBY-JK terus berlanjut. Artinya koalisi Demokrat dan Golkar masih banyak dinantikan. Tapi disisi lain, 43 persen reponden juga masih mengharapkan adanya pembaharuan.
Jika kita asumsikan Demokrat akan kemabali berduet dengan Golkar, maka konstalasi seperti ini, hendaknya disikapi partai gurem dengan segera menguatkan barisan di kubu pambaharuan, yang sedari awal sudah banyak melakukan komunikasi politik dengan partai papan tengah seperti Gerindra dan PDIP yang sedari awal duduk sebagai oposisi.
Kalau tidak segera dilakukan, maka kecil kemungkinan Demokrat sebagai partai pemenang akan menggandeng rombongan partai gurem tersebut, karena hanya akan memperbesar cost politik saja.

Senin, 27 April 2009

JK Paling Diminati Dampingi SBY

JAKARTA, 20 April 2009
Sosok Jusuf Kalla (JK) paling disukai masyarakat untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk Pemilihan Presiden mendatang. Dari hasil survei yang dilakukan dari tanggal 13 sampai 17 April 2009 lalu, masyarakat yang menginginkan JK kembali bersama SBY sebesar 28,72 persen.

Inilah hasil survei pertama prilaku publik terhadap pelaksanaan Pilpres setelah Pilleg lalu yang dilakukan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis). “Survei ini dilakukan dengan menggunakan teknik Multistage Random Sampling di 33 provinsi dengan margin error kurang lebih 3 persen dan tingkat keyakinan 95 persen,” terang Direktur Eksekutif Puskaptis Husin Yazid, Senin (20/2).

Sementara untuk pasangan lain untuk mendampingi SBY yang dipilih publik adalah Sri Sultan Hamengkubowono dan Hidayat Nur Wahid di posisi kedua dengan prosentase sama yakni, 23,40%. Untuk posisi ketiga diduduki Prabowo Subianto (10,64%) dan disusul kemudian Sri Mulyani dengan 5,32%. Sementara Akbar Tandjung ada diurutan kesembilan dengan perolehan 1,06%.


Menurut Husin, publik menilai duet SBY-JK dinilai responden masih bagus. Itu terlihat dari hasil survei untuk citra pemerintahan SBY-JK dan citra figur SBY –JK. Untuk citra pemerintahan yang mengatakan baik ada 90,08%, sedangkan untuk citra figur ada 91,56%.


Kondisi ini yang membuat masyarakat mengharapkan duet SBY-JK ini diteruskan. Hal ini tergambar dari besarnya minat publik menginginkan keberlanjutan pembangunan sebesar 46,77%. Sekalipun ada yang menginginkan perubahan dan pembaruan baik program dan pemerintahan sebesar 43,55%. Dan yang menjawab tidak tahu ada 9,68%.


Dalam survei masyarakat menginginkan adanya peningkatan di bidang ekonomi seperti yang sudah dilakukan duet SBY-JK. Hal inipula yang tergambar dari keinginan masyarakat agar presiden dan wakil presiden mendatang bisa mengatasi persoalan ekonomi sebesar 50,83%. Untuk pemberantasan kasus korupsi sebesar 21,67%. Bidang keamanan pun menjadi pilihan ketiga dengan 7,50%.


Masyarakat dalam menentukan pilihannya tidak lagi melihat dikotomi sosok dari Jawa maupun luar Jawa. Setidakya, dalam survei ini terungkap yang masih mempersoalkan calon yang berasal dari Jawa hanya 6,36%. Begitu juga dengan yang menginginkan yang luar Jawa, sebesar 2,73%. Dan terbukti responden tidak mempersoalkan asal calon sebesar 90,91%.

Untuk calon presiden, SBY masih menduduki posisi puncak dengan 87,50%, disusul Megawati Soekarnoputri dengan 5,83%, dan posisi ketiga serta keempat ditempati Prabowo S dan JK masing mendapatkan 5% dan 1,67%.


Sedangkan untuk calon wakil presiden, hasil survey menempatkan JK paling diminati masyarakat sebesar 26,80%, urutan kedua Hidayat Nur Wahid 25,77%, ketiga Sri Sultan HB 20,62%. Di urutan keempat Sri Mulyani 10,31% disusul Prabowo 8,25% serta Din Syamsudin dengan 3,09% dan terakhir Sutiyoso, Andi Mallarangeng dan Akbar Tandjung masing memperoleh 2,06% dan 1,03%.

Hasil Quick Count Pemilu Legislatif 9 April 2009

Kamis 09 April 2009, Puskaptis bersama TVRI melaksanakan hitung cepat pada 1.500 TPS (kecuali partai lokal di NAD). Hasil Pemilu Legislatif bertempat di Gedung TVRI Lt 2 Jakarta.
Hasil Akhir Quick Count :

Survey Persepsi dan Perilaku Pemilih

Pada hari ini, Kamis, 2 APril 2009 Puskaptis telah mempublikasikan hasil Survey Persepsi Publik Terhadap Pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2009, selengkapnya dapat dilihat pada release berikut:

Hasil Survey
Persepsi dan Perilaku Pemilih Terhadap
Pelaksanaan Pileg 2009

Untuk sekian kalinya pemerintah menggelontorkan dana bantuan langsung tunai atau BLT. Kritik dan dukungan pun muncul menyertai penggelontoran dana tersebut. Ada yang menanggapinya sebagai alat politik pemerintah untuk menarik dukungan masyarakat menjelang pemilu.
Karena hadirnya BLT kali ini berdekatan dengan Pemilu, maka disinyalir ada muatan politik dibalik bantuan tersebut. Lantaran dana bantuan tersebut diberikan berdekatan dengan perhelatan penting yaitu Pemilu 2009. Pusat Kajian Kebijakan Pembangunan dan Strategis (Puskaptis) melakukan survey terkait dengan Persepsi dan Prilaku Pemilih terhadap
Dalam survey yang dilakukan priode 16-23 Maret 2009 dengan metode multistage random sanpling. Survey ini melibatkan 1.250 responden yang tersebar 33 provinsi, 75 Kabupaten, 300 Kecamatan, dan 600 desa/kelurahan. Dalam survey ini margin error sebesaar 3% dengan tingkat keyakinan 95%.
Terkait dengan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dalam survey menyebutkan 35,50% responden menyetujui program tersebut. Tapi mayoritas responden yaitu 43,20%, dan tidak tahu atau tidak menjawab 21,30%.. Dalam survey ditemukan ternyata yang menyatakan setuju mereka yang mendapatkan dana bantuan tersebut. Dan yang tidak setuju diantaranya mereka yang tidak mendapatkan dana bantuan dan mereka yang mengusulkan program BLT itu dihentikan dan dialihkan pada program yang lebih mendidik dan berkelanjutan.
Dalam survey juga ditemukan beberapa alas an terkait dengan program BLT. Yaitu 10,70% responden menilai program BLT telah sesuai dan dapat membantu kebutuhan rumah tangga, 27,81% responden menilai tidak sesuai karena hanya sementara dan terlihat menutupi kekurangan pemerintantah . Dan 33,69% responden menilai program tersebut tidak memberdayakan masyarakat, 27,81% juga menyatakan BLT itu tidak perlu apalagi kalau hanya untuk kepentingan politik dan setengah hati. Maka dapat disimpulkan mayoritas responden atau 89,33% kurang setuju dengan pelaksanaa program BLT.
Maka, mayoritas responden menginginkan adanya perubahan dan pembaharuan kedepan baik dalam pemerintahan maupun programnya. Dalam survey menyebutkan 84,56% menginginkan adanya perubahan dan pembaharuan itu. Hanya 4,90% yang menyatakan tidak perlu adanya perubahan dan pembaharuan. Dan 10,54% responden yang tidak menjawab.
Perubahan-perubahan yang diinginkan responden terkait dengan masalah ekonomi dan kesejahteraan. Dalam survey menyebutkan 22,64% responden menginginkan adanya perubahan pada bidang ekonomi (kebutuhan pokok yang murah, dan mudah didapat. 21,52% responden menginginkan adanya perubahan pada bidang lapangan kerja, 21,17% responden mengingikan adanya perubahan pada bidang kesejahteraan. Perubahan pada bidang pendidikan diusulkan 14,38% responden, dan 14,37% responden mengingikan perubahan pada kesehatan.
2,52% responden menginginkan adanya perubahan pada bidang pertanian, 1,94% responden perubahan pada social, dan 1,46% responden perubahan pada bidang hokum. Dari sini dapat diketahui bahwa masyarakat sedikit mengingikan adanya perubahan pada bidang hokum atau penegakan.

Persepsi Terhadap Pemilu
Terkait, pemilihan umum dalam survey ini menyebutkan tingkat pengetahuan pemilih yang 93,50% responden menyatakan telah mengetahui adanya pemilu yang digelar 9 April mendatang. 5% responden mengaku tidak mengetahui, dan 1,50% responden menyatakan masih bingung.
Dalam survey ini ditemukan empat definisi pemilih. Pertama, responden yang terdaftar dan ikut pemilih sekitar 60,45%. Kedua responden yang terdaftar tapi tidak ikut memilih sebesar 5,20%. Ketiga, responden yang merasa belum terdaftar dan mau memilih sebesar 30%, dan keempat responden yang belum terdaftar dan tidak mau memilih 4,35%
Dari survey potensi golput berkisar 35-40%. Golput ini disebabkan masalah administrasi seperti mereka yang tidak terdaftar dalam DPT, dan golput politis seperti pemilih yang bingung akibat banyaknya partai atau apatis.
Sementara itu, survey juga mengukur tingkat pengetahuan responden terhadap cara memilih yaitu mencontreng. Dalam survey disebutkan 78,5% responden mengaku telah mengetahui cara memilih, 6% responden mengaku belum mengetahui, dan 15,50% responden mengaku masih bingung.
Pada pemilu 2009, sejumlah responden telah menentukan pilihannya. Tapi mayoritas responden masih merahasiakan pilihannya sebesar 22,50%. Dalam survey ini menyebutkan 19,60% responden memilih PDIP, 19,18% responden memilih Partai Demokrat, dan 18,26% responden memilih Partai Golkar. Partai lainnya seperti PKS sebesar 8,78%, PPP 3,50%, dan GErindra 2,46%. Sementara PAN dipilih 2,16% responden, PKB 1,67%, Hanura 1,35%, PBB 0,35%, dan PDS 0,19%.
Persaingan ketat terjadi di tiga partai besar yaitu PDIP, Partai Demokrat, dan Partai Golkar. Persaingan ini masih dalam batas atas maupun bawah margin erros sebesar 3%. Artinya, bisa saja diantara ketiga partai ini pada kenyataannya memiliki potensi untuk lebih unggul atau potensi menang.


Jakarta, 02 April 2009

Ir. Husin Yazid, M.Si

Direktur Puskaptis